Saturday, February 23, 2019
Menangis Bersama Hujan (Part 21. Setulus Hujan)
(Foto : instagram.com/japaris_pangihutan)
Setelah mendapat surat tugas dari rektorat untuk mengikuti tahap final kompetensi karya tulis ilmiah. Rara dan Dhiya segera berangkat. Mereka sengaja memilih jalur laut untuk pergi ke Bandung. Agar bisa menikmati pemandangan laut nan biru.
Kedua gadis bergamis lengkap dengan jaket couple, sudah berada di atas anjungan kapal Ferry. Menyeberang dari Pelabuhan Lembar menuju Pelabuhan Padang Bai, di Bali. Kurang dari dua jam Rara akan menginjak tanah Pulau Dewata.
Rara menatap dari kejauhan, garis cakrawala yang sudah mulai berubah bentuk.
Dari belakang, Rara dihampiri Dhiya. Ia merengkuh pundak sang sahabat.
“Dhi, kenapa Lombok semakin terlihat panas dari sini?"
“Cuacanya biasa saja kok. Itu cuma perasaanmu aja, Ra. Mungkin Lombok terlihat panas karena hatimu sedang panas juga,"
“Wah, ente sejak kapan jadi peramal?”
“Bukan peramal. Itu karena lu nggak bisa menyembunyikan apapun dari gue,”
Rara tersenyum simpul. Ia membalas rangkulan Dhiya. Menyandarkan kepala yang terasa berat di pundak gadis itu.
“Sudahlah, maafkan jika lu merasa dia bersalah. Dan minta maaflah jika lu merasa bersalah. Tapi dengan tulus ikhlas karena Allah. Jangan biarkan energimu terkuras karena dendam dan rasa benci. Kapan kita mau memikirkan saudara kita di Palestina, Afrika Suriah, Iraq, Rohingya dan Afganistan kalau hati terus dikudeta syetan? Hidup ini harus kita jalani dengan baik. Membantu orang lain. Ibadah dan menjaga semesta alam. Karena kita tidak tau kapan takdir kita selesai di dunia ini,”
“Maksud ente?”
“Menyimpan dendam atau sakit hati itu sama seperti menyimpan bara api di dalam hati kita. Seluruh dunia akan terasa panas, meskipun kita berada di kutub selatan. Memaafkan ibarat hujan dan mata air penyejuk dari langit yang di kirimkan Allah, kepada yang meminta dan kepada yang di kehendaki-Nya. Jarang ada orang yang bisa memaafkan dengan tulus. Karena hatinya sempit. Surga pun akan semakin jauh jaraknya dengan mereka. Cobalah belajar tulus untuk memaafkan. Lu pasti akan melihat hujan di sekelilingmu. Menyejukkan bumi yang hampir mirip neraka ini,"
“Tapi … itu terasa sangat sulit, Dhi.”
“Kalau begitu ingat mati saja. Pikirkan jika lu tidak mau memaafkan orang lain. Tiba-tiba Allah memanggilmu tanpa sempat memaafkannya. Kau akan menjadi penghalang orang tersebut mendapat kebaikan di dunia bahkan mungkin di akhirat. Bahkan mungkin kau bisa menghalanginya untuk masuk surga. Padahal kita sama-sama muslim. Begitu juga sebaliknya. Bagaimana jika dia dipanggil Allah lebih dulu, dengan membawa dosanya terhadapmu? Apakah lu rela melihatnya disiksa, karena lu belum memaafkannya? Ra, lupakan kesalahan orang lain padamu tapi ingatlah selalu kebaikan mereka sebelumnya,”
Rara terpaku begitu lama. Ia menatap buih yang terombang-ambing oleh gelombang kecil di sekitarnya. Membiarkan hati menggulung bersama biru air laut yang sesekali menghempas dinding kapal.
Ia tersadar, saat mendung mulai bergelayut di bawah langit. Siang yang tadinya begitu terik, kini di penuhi awan Comulunimbus. Awan menyeramkan itu semakin bertumpuk-tumpuk di atas Selat Lombok. Mendung itu semakin hitam pekat. Petir mulai menyambar. Perlahan ombak mulai meninggi.
Dari para ABK, semua penumpang mendapat kabar, bahwa tinggal 45 menit lagi, kapal Ferry yang mereka tumpangi bersandar di dermaga.
“Astaghfirullahal adhim. Laa ilaa ha ilallah!”pekik Rara disusul dengan penumpang lain.
Dalam kepanikan, Rara meraba ponsel di kantong gamisnya. Ia buru-buru mengetik pesan singkat kepada seseorang.
“Assalamu’alaikum, Va, maafkan aku jika pernah berprasangka buruk terhadapmu. Aku terlalu egois hingga menyalahkanmu atas apa yang terjadi. Mengenai Hamas, aku sendiri yang menolaknya. Mungkin dia memang bukan jodohku. Maafkan sikapku yang meninggalkanmu kemarin. Aku takut jika terlalu lama di sana, aku akan berbuat kasar terhadapmu. Karena aku manusia biasa. Aku juga berprasangka yang tidak-tidak terhadapmu. Aku kira kamu sengaja memaksaku datang, pada acara pernikahanmu untuk menyakitiku. Tapi mungkin kamu mengundangku karena ingin sahabatmu menyaksikan hari bahagiamu. Itu tidak salah. Akulah yang salah. Dan jika pernah punya salah padaku, atau kamu merasa bersalah terhadapku. Lupakanlah. Karena aku telah memaafkanmu. Selamat berbahagia, Diva. Dari sahabatmu yang egois, Rara.”
Setelah mengirim sms pada Diva, Rara bergegas turun menuju dek kapal. Tapi ia di cegah oleh Dhiya yang baru saja naik ke atas anjungan dengan tangan kosong.
“Pelampungnya sudah habis. Tapi kata para awak kapal, Insya Allah tidak ada badai yang mengkhawatirkan. Hanya hujan biasa. Bukankah lu bisa berenang, Ra?”
Rara mengangguk sambil mengucap syukur berkali-kali. Mereka berdua terus berdoa dalam hati agar Sang Pelindung menyelamatkan mereka semua sampai tujuan. Kedua gadis itu saling berpelukan.
*Bersambung
By : Risna Adaminata
Diharamkan copas tulisan ini 😆😆
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Informasi Jadwal Lengkap Penerimaan CPNS dan PPPK
(Sumber : Dok. Lembaga Administrasi Negara/LAN) Penerimaan CPNS dan PPPK Tahun 2021 segera di...
-
Foto : instagram.com/adityaspratama Menangis Bersama Hujan Part 43. Dokter Tampan Yang Aneh By : Risna ...
-
(Foto : dok. Pribadi) Cinta Dalam Diam Part 1 Risna Adaminata Pandangannya nelangsa menjurus ke gulungan ...
-
Menangis Bersama Hujan ROAD TO NOVEL Rara terjaga. Ingatan saat ia dihadang preman bersama Dhiya di UI muncul menjadi mimpi buruk. Kering...
Keren...mba Rizna..👍👍👍
ReplyDeleteMakasii..dah mampir..hehe
DeleteGreat Miss....
ReplyDeleteGreat to you too (eh, bener gak tuh vocabnya..😊😊)
Deletenumpang share ya min ^^
ReplyDeleteingin mendapatkan penghasilan tambahan ?? Ayo Gabung dengan Situs RESMI POKER ONLINE TERPERCAYA di www.fanspoker.com
Deposit dan Penarikan Dana Hanya 1 Menit (selama bank online) BANK BCA, Mandiri, BNI, BRI dan DANAMON Minimal Deposit & Withdraw 10 rb
|| bbm : 55F97BD0 || WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||