Dhiya yang menghindari amukan Rara hampir menabrak seorang pengunjung yang baru masuk gerbang. Untung saja ia cekatan mengerem laju kakinya. Saat ia menoleh, seorang gadis berjilbab besar dengan kaca mata, berdiri tegap di depan.
"De ...a?"
"Dhiya? Kenapa lari-lari kayak anak kecil?"tanya Dea pelan.
Dea yang biasanya selalu sinis pada Dhiya, tampak sedikit ramah. Lembut dan sopan.
"Ah nggak kenapa-kenapa kok, De. Tadi lagi main petak umpet sama Rara,"
Rara menghampiri Dhiya dan Dea.
"Ukhty, ternyata anti ke Sembalun juga."
"Iya, Ukhty. Ada tugas penelitian kampus tentang daerah wisata. Jadi ke sini bareng teman-teman. Tapi yang lain belum datang semua. Cuma Uda Randy sama Zayyan doang,"
"What?! Udah manggil Uda-udaan segala? Jadi si Gerandong ke sini ketemuan sama Dea? Oh, My Rabb! Kenyataan apalagi ini tentang si Gerandong?"Dhiya ngedumel dalam hati.
Pucuk dicinta ulam pun tiba. Randy datang diiringi Zayyan. Dhiya langsung melakukan aba-aba baris-berbaris. Dua langkah ke belakang. Dua langkah ke samping kanan. Bersembunyi di belakang tubuh Rara.
"Kenapa mundur?"bisik Rara.
"Lu liat Nyi Roro Kidul kan, Ra. Gue cuma jaga jarak."
"Kok tumben ente takut sama Dea? Biasanya ente tantang duel maut,"
"Ini bukan tempat yang tepat untuk hal kekanakan kayak gitu,"
"Assalamualaikum warahmatullah, Ukhty. Ukhty Rara, Ukhty Dhiya."sapa Randy.
"Waalaikumsalam warahmatullah, Akhy."jawab Rara.
"Wuidiiiih, manggilnya Ukhty Dhiya. Padahal kalau sms, manggilnya situ-situ. Emang gue waduk situgintung?"rutuk Dhiya dalam hati.
Rara mencolek tangan Dhiya.
"Apaan sih?"
"Kenapa nggak jawab salam orang?"
"Udah dalam hati. Suara gue terlalu merdu untuk didengar seorang lelaki,"kata Dhiya berkilah.
Rara terlihat kesal.
"Jangan pasang muka jutek begitu. Kasih senyum dikit, biar manis,"
"Muka gue udah manis tanpa pemanis buatan. Alami kok. Kita pergi aja dari sini. Ntar dikira ganggu bulan madu orang lain. Cepetan!"rengek Dhiya seraya menarik tangan Rara.
"Ukhty, Akhy, kami ke sana dulu ya."kata Rara minta diri.
Dhiya memaksa diri untuk tersenyum pada Dea. Tanpa melihat Randy sama sekali. Ia terlihat kikuk.
Dea yang sejak tadi menahan napas melihat tingkah Dhiya, segera mengajak Zayyan dan Randy ke tempat istirahat. Menyusun rencana penelitian mereka.
"Ra, kita pulang aja yuk."
"Kenapa? Katanya ini mimpi nomer 5 dari 1000 mimpi yang ente punya. Kenapa mendadak mau pulang?"
"Nggak tau, Ra. Sembalun tiba-tiba jadi terasa horor. Kayaknya gunung Baru Jari mau meletus,"
Rara terkekeh. Tidak biasanya Dhiya jadi semanja anak bayi. Kini ia mendapat giliran, meledek gadis berkulit cokelat itu.
"Ra, kita tukeran ransel aja yuk. Ransel ini nggak nyaman di punggungku. Serasa kayak ada bom di dalamnya. Berat banget,"keluh Dhiya mencipta alasan.
Tawa Rara hampir meledak. Dhiya ternyata gengsi dilihat Randy memakai ranselnya.
"Rara sahabatku sayang, ayolah. Gue yang bawa ranselmu,"rengeknya kembali dengan nada memelas.
"Dhi, itu Randy. Kayaknya mau nyamperin kita."
"Serius, Ra?"tanya Dhiya panik.
"Becanda, doang!"
Dhiya bersungut kesal. Meski begitu, ekor matanya melirik ke arah Randy yang sedang berdiskusi bersama Dea dan Zayyan. Mereka tampak akrab.
"Dhi, aneh ya. Meskipun bicara sama temannya, Randy pandangannya tetap aja kesini. Moncong kameranya juga terus ke arah sini,"
"Aihh, ngapain lu ngurusin si Randy. Udah ih, cepetan petik strawberrynya terus kita hengkang dari tempat ini!"dengus Dhiya.
Meski tangan dan matanya fokus ke buah strawberry menggoda lidah, hati Dhiya tetap kacau balau. Apalagi saat ia benar-benar melihat dengan mata kepala sendiri, Randy sesekali mengambil gambar ke arahnya seraya mencuri pandang. Tempat mereka berjarak 50 meter. Tapi tetap saja gadis itu merasa takut. Apalagi Dea terus berada di sisi Randy meski Zayyan ada di sana.
Entah sejak kapan wajah Dhiya memerah. Keringat terasa menetes di kening. Ia bahkan sampai membuka jaket.
"Kenapa tiba-tiba jadi gerah begini. Ini Sembalun. Masih pagi. Masih berkabut. Masih dingin. Kenapa mendadak panas begini? Ah, Rara ini juga ngeyel. Sudah kubilang, Baru Jari kayaknya mau meletus. Kalau cuacanya tiba-tiba jadi neraka begini. Mirip Jakarta,"desahnya.
Matahari mulai menyapa Sembalun. Energi yang dikirim melalui radiasi, mulai menghangatkan pehghuni dan pengunjung Surga Lombok itu. Tetapi tetap saja, dingin menyelimuti. Kecuali Dhiya.
Saat asyik sendiri memetik strawberry, tiba-tiba Dhiya melihat ada bayangan yang melindungi wajahnya dari sinar matahari. Padahal sejak matahari muncul, pipinya terasa hangat. Ia pikir, itu hanya bayangan mendung. Namun, di sampingnya malah panas.
Dhiya langsung menoleh ke arah matahari sembari memayungi mata dengan tangan. Ia melihat di kejauhan sana, Randy sengaja menghalangi sinar yang menerobos mengenai wajah gadis itu dengan tubuhnya yang tinggi.
Deg!
Bagai dilempar tombak dari belakang, jantung Dhiya bagai mau meloncat keluar. Ada badai bertarung dalam perasaannya. Ia segera mengalihkan pandangan. Mencari-cari seseorang.
"Rara, dimana Rara?"
Dhiya menyapu seisi kebun strawberry dengan matanya. Tapi tidak menemukan sosok Rara.
"Bersembunyi di mana lagi itu si Putri Mandalika? Keadaan darurat begini, malah pergi. Aish! Awas aja kalau ketemu!"gumamnya manyun.
Sibuk mencari Rara, Dhiya sampai tidak menyadari bahwa tangannya bukan memetik strawberry tapi malah memotekkan daun-daun syrawberry sampai tak bersisa di potnya.
"Ya Allah, Astaghfirullah!"
Gadis itu kalang kabut. Ia segera merangkak keluar dari sela-sela tanaman pot tanaman. Melapor ke tempat dimana ia membeli tiket.
Meski sudah dimaafkan, Dhiya tetap kekeuh mengganti rugi tanaman yang dirusak. Membayar 50 ribu dengan membawa sekilo buah strawberry. Yang seharusnya 25 ribu.
Setelah di luar gerbang, Dhiya langsung mengirimi Rara sms.
"Ra, jika 5 menit, lu nggak keluar dari sana. Gue tinggalin lu ya. Gue pulang jalan kaki dari Sembalun ke Mataram. Titik nggak pakai koma!"
*Bersambung
(Foto : instagram.com/burpeehg)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Informasi Jadwal Lengkap Penerimaan CPNS dan PPPK
(Sumber : Dok. Lembaga Administrasi Negara/LAN) Penerimaan CPNS dan PPPK Tahun 2021 segera di...
-
Foto : instagram.com/adityaspratama Menangis Bersama Hujan Part 43. Dokter Tampan Yang Aneh By : Risna ...
-
(Foto : dok. Pribadi) Cinta Dalam Diam Part 1 Risna Adaminata Pandangannya nelangsa menjurus ke gulungan ...
-
Menangis Bersama Hujan ROAD TO NOVEL Rara terjaga. Ingatan saat ia dihadang preman bersama Dhiya di UI muncul menjadi mimpi buruk. Kering...
No comments:
Post a Comment