Sunday, February 24, 2019

Menangis Bersama Hujan ( Part 25. Senja Yang Hilang)

Senja bertandang mengurung sang surya untuk sementara. Mengiring kedatangan Rara bersama keluarga menjenguk ibu. Dhiya baru saja selesai sholat maghrib. Adam dan Anan terus mentalqinkan ibu dengan ayat-ayat cinta-Nya. Ketika hendak akan memijit kaki ibu, Dhiya tertegun seketika.

Telapak kaki ibu terasa dingin. Tapi jantung ibu masih berdetak di EKG. Dhiya menatap ibu yang masih terlihat pulas.

"Kak, kenapa kaki ibu dingin?"

Anan langsung mengecek pergelangan tangan ibu yang terlihat tidak bernapas. Ia melihat kening ibu berkeringat. Rara segera keluar meminta pertolongan dokter.

Dhiya memegang dadanya yang mendadak sesak.

"Dokter, selamatkan ibuku, Dokter ... Dokter ... Aku mohon, selamatkan ibuku ..."ratap Dhiya penuh iba.

Seluruh penghuni bangsal turut merinding, mendengar tangisan pilu Dhiya. Merwka ikut larut dalam haru yang menyayat jiwa.

Beberapa detik kemudian, garis di monitor EKG berubah menjadi lurus. Bertepatan dengan berakhirnya senja berganti malam.

Rara menggenggam erat tangan Dhiya saat para perawat dan dokter menggunakan alat kejut jantung. Dokter terlihat pasrah.

Dhiya yang sejak tadi menahan tangis, akhirnya tumbang dalam pelukan Rara. Setelah dokter dengan berat hati membaca waktu kepergian sang ibu. Ia kini berkubang dalam kepiluan. Dalam kesepian. Tanpa ibu. Tanpa ayah. Dan Rara adalah orang yang paling tahu rasanya ditinggal kedua orang tua.

***

Dhiya duduk termangu, di atas makam ibu. Kakinya bahkan terasa berat untuk beranjak pergi. Para pelayat yang ikut memakamkan,  satu per satu meninggalkan tanah pekuburan.

Rara tetap setia di samping Dhiya. Menguatkan sang sahabat si saat-saat paling rapuh dalam hidupnya.

Kak Adam kemudian menghampiri adik bungsunya. Sedangkan Anan, diminta pulang untuk menjamu para pelayat yang datang dari jauh.

"Sudahlah, Dik. Ibu sudah tenang di sana. Jangan buat ibu sedih dengan sikapmu ini. Kakak ngerti, ini memang butuh waktu. Bukan untukmu saja, tapi juga kakak,"

Mata Dhiya kembali bertelaga dan hampir meleleh. Ia buru-buru menengadah seraya mengusap bulir bening di sudut mata.

"Sebenarnya di hari pertama ibu di rumah sakit, dokter sudah menyerah. Karena sudah terlambat. Tapi dokter bilang, kasus ibu sangat aneh. Ibu tidak merasakan sakit apapun, padahal kondisi beliau seharusnya sudah tidak bisa bergerak. Tapi ibu tetap kuat. Karena ibu menunggumu. Ibu tidak ingin pergi, kecuali setelah bertemu denganmu. Ibu tidak ingin kamu terpuruk,"

"Tapi Kak, ibu baik-baik aja saat Dhiya pergi,"

"Itu karena ibu tidak pernah menunjukkan sakitnya di depan kalian. Beberapa waktu yang lalu, Ulfa bilang ibu minta diantar ke rumah sakit tapi berpesan untuk tidak mengatakan apapun pada siapa-siapa. Besoknya, ibu mencari paman untuk membeli sawah milik ibu. Kakak rasa ibu udah tau penyakitnya harus dioperasi,"

Dhiya ternganga. Pikirannya campur aduk. Ia teringat kata-kata ibu sebelum menghembuskan napas terakhir. Tentang sakitnya. Artinya, Adam tidak tahu kalau ibu bertanya ke rumah sakit tentang penyakit Dhiya. Bukan penyakit ibu. Dhiya semakin pilu mengingat semua itu.

***

Dhiya pulang dari pemakaman bersama Rara. Langkahnya terhuyung saat memasuki gerbang rumah. Ia berpapasan dengan Randy tepat beberapa langkah setelah masuk gerbang. Keduanya tak bisa menghindari kontak mata.

Tiga detik keduanya terpaku saling menatap. Kali ini Dhiya tidak bisa menghindari mata Randy. Begitu juga sebaliknya. Dhiya tidak bisa menyembunyikan wajah sembab bekas airmatanya dari retina mata Randy.

Randy terlihat seolah merasakan nestapa penderitaan Dhiya. Tampak dari wajah sendunya saat melempar pandangan ke arah Dhiya.

"Jangan lihat aku dengan tatapan sedih seperti itu, Randy. Jangan tunjukkan padaku, bahwa kamu kasihan melihat hidupku yang menyedihkan ini. Kemudian membuat hatimu ikut sedih. Karena aku tidak ingin kamu bersedih karena kesedihanku,"Dhiya membatin.

"Maafkan aku, Dhiya. Aku tidak bisa menghiburmu di saat seperti ini. Aku tidak bisa melakukan apa-apa untuk mengubah kesedihanmu menjadi kebahagiaan. Tidak bisa mengubah tangisanmu menjadi senyuman. Meskipun aku sangat ingin. Maafkan keadaanku yang menyedihkan ini,"lirih Randy dalam hati.

Randy sempat ingin menyapa Dhiya dengan mengucap salam. Namun, bibirnya tiba-tiba kaku. Gugup menyergap seketika. Denyut nadinya seolah mengamuk. Apalagi saat melihat raut wajah Dhiya yang sedingin salju. Bahkan lebih dingin dari gunung es di Antartika.

Tiga detik berlalu. Dhiya langsung memalingkan wajah. Tanpa menyapa, ataupun memberi senyum. Bertatapan dengan Randy membuatnya mengingat pujian ibu pada pemuda bermata besar itu. Hatinya semakin berkecamuk penuh kepiluan. Keduanya berlalu saling menjauh. Dhiya ke dalam rumah, Randy keluar gerbang.

***
Dhiya duduk memeluk lutut di atas tempat tidur. Rara sudah pulang tadi siang, setelah tiga hari menemani sang sahabat di hari-hari beratnya.

"Meooong!"

Dhiya menoleh. Ia melihat Miming datang membawa perut buncitnya. Kucing berbulu tiga warna itu mengusap-usapkan kepala di kaki Dhiya. Sebagai tanda salam.

"Waalaikumsalam,"gumam Dhiya seraya mengelus perut Miming.

Miming kemudian duduk di samping Dhiya. Memejamkan mata secara perlahan. Wajahnya tampak sedih melihat kesedihan Dhiya.

"Kamu juga pasti sedih kehilangan ibu, Ming. Apalagi ibu baik banget sama kamu. Tapi Ming, kalau kita sedih terus, kasihan ibu. Jadi kita tidak boleh sedih lagi ya,"ujar Dhiya dengan suara rendah.

Miming kembali memejamkan mata perlahan. Tanda setuju dengan nasehat Dhiya.

"Ntar dulu, Ming. Ibu dari mana tau tentang penyakitku?"tanya Dhiya pada Miming yang masih tertunduk sedih.

Dhiya segera berjalan menuju lemari, tempat menaruh buku-buku kuliah. Ia seperti mencari sesuatu. Tetapi tidak ditemukan. Setelah berpikir sebentar, gadis itu beranjak menuju lemari pakaian ibu.

Mata Dhiya terbelalak. Map yang ia cari di lemari buku, berpindah di lemari ibu. Di sampingnya ada perhiasan kalung dan gelang emas. Dengan tangan gemetar Dhiya meraih map berisi rekam medis penyakit yang ia derita.

Di dekapnya map itu, dengan hati penuh rindu. Rindu menggunung pada ibu. Kelopak matanya kembali berembun.

(Foto : instagram.com/kawanimut)
*Bersambung
Diharamkan copaa tulisan ini
By Risan Adaminata


2 comments:

  1. "Bosan Bermain Togel ?????

    Ingin Bermain Poker Online Dengan Uang Asli ?

    Tapi Ngak Tau Situs Poker Online Yang Bisa Di Percaya . ?

    Poker Online - www.arenadomino.poker
    Minimal Deposit / Withdraw : Rp.20.000,-
    Bonus Refferal 20% Seumur Hidup .

    Bonus Turn Over 0.5% Tanpa Batas .
    Player VS Player ( 100% Tanpa Bot ) .

    8 Games Dalam 1 User ID .
    POKER - DOMINO - ADUQ - BANDARQ - CAPSA -
    BANDAR POKER - SAKONG - BANDAR66

    Rasakan Sensasi nya Menjadi Bandar , hanya di BANDARQ , BANDAR POKER , BANDAR66 .

    Dengan Pelayanan Terbaik ( Customer Service ) .

    Customer Service Online 24 Jam .

    Daftar Langsung isi data2 : www.arenadomino.poker , www.arenadomino.info
    2AE9E806

    ReplyDelete
  2. numpang share ya min ^^
    ingin mendapatkan penghasilan tambahan ?? Ayo Gabung dengan Situs RESMI POKER ONLINE TERPERCAYA di www.fanspoker.com
    Deposit dan Penarikan Dana Hanya 1 Menit (selama bank online) BANK BCA, Mandiri, BNI, BRI dan DANAMON Minimal Deposit & Withdraw 10 rb
    || bbm : 55F97BD0 || WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||

    ReplyDelete

Informasi Jadwal Lengkap Penerimaan CPNS dan PPPK

                                           (Sumber : Dok. Lembaga Administrasi Negara/LAN)     Penerimaan CPNS dan PPPK Tahun 2021 segera di...