"Dok, apa penyakit saya tidak bisa diobati tanpa operasi?"tanya Dhiya pada Dokter Silvi.
"Tergantung, Dik. Karena itu harus periksa darah dulu. Biar bisa diketahui,"jawab si dokter seraya memompa tensimeter di lengan Dhiya.
"Periksa darahnya harus pakai jarum ya?"
Dokter Silvi tidak menanggapi Dhiya.
"Pernah muntah proyektil kalau sakit kepala?"
"Tidak pernah. Tapi muntah proyektil itu apa, Dok? Itu bukannya peluru meriam?"
"Ya, muntahnya seperti itu,"jawabnya asal-asalan.
"Oh, kirain muntah karena kebanyakan makan,"
"Pernah cidera kepala?"
"Dulu waktu kecil pernah diinjak kuda. Kepala sama dada. Makanya saya bilang, sering sesak juga,"
"Kepala pernah terbentur?"
"Dulu sering. Setahun belakangan ini jarang. Paling terbentur pembatas tempat tidur."
"Sekarang?"
"Sepertinya tidak pernah,"
"Pernah angkat beban berat pakai kepala?"
"Pernah,"
"Sejak kapan dan kapan terakhir?"
"Sejak umur tujuh tahun dan masih sampai sekarang,"
"Beban paling berat yang pernah diangkat kira-kira berapa kilo? Apa semampu yang bisa diangkat lengan?"
"Kadang dibantu jika tidak kuat angkat ke kepala,"
Wanita berkacamata berusia tiga puluh tahun itu melotot mendengar jawaban gadis di depannya. Ia membetulkan letak kacamata, sambil mendelik ke arah Dhiya. Aura jutek tergurat jelas di wajah lulusan Fakutas Kedokteran Universitas Leiden itu.
"Sejak kapan ada gejala sakit kepala seperti ditekan?"
"Sejak SMA. Tapi parahnya sejak masuk kuliah. Konsultasi dokter sekali, hasilnya seperti itu,"
"Saya heran, Anda sudah tahu sakit kepala. Tapi tetap bawa beban di kepala. Berarti Anda tidak peduli dengan diri Anda!"tukas Dokter Silvi dengan nada tinggi.
Dhiya tercekat. Ia menelan ludah karena gugup.
"Duh, ini seorang dokter apa ibu tiri sih? Luar biasa galaknya. Ibu, tolong aku ..."rengek Dhiya dalam hati.
"Hasil pemeriksaan ini harus ada pemeriksaan lanjut, artinya diagnosa dokter saat itu belum final. Sedangkan ini sudah bertahun-tahun, jika kondisi Anda tambah parah, bagaimana?"
"Ya mau bagaimana. Pasrah sama Allah sih, Dok!"timpalnya dalam hati.
"Bu Dokter, eh Mbak Dokter, bisa nggak ya, kalau diinfus itu tidak pakai jarum?"
"Pakai apa dong?"
"Diminum aja gitu, biar cepat habis,"
Dokter Silvi sebenarnya ingin tertawa. Tapi ia menahannya sekuat tenaga. Ia teringat pasien yang kelakuannya sama seperti Dhiya. Takut jarum suntik. Takut disayat-sayat. Melihat orang ditusuk jarum suntik saja, tubuhnya seperti ikut kesakitan. Ikut ngilu.
"Ini dulu diagnosanya aneurisma, tapi harus ada pemeriksaan lanjutan CT Scan dan MRI. Sekarang kemungkinan gejalanya semakin parah, ada gejala tumor otak, Tekanan Intra Kranial dan gejala PTSD. Kalau tidak segera ditangani secara medis, semua itu bisa jadi bom waktu mematikan bagi penderitanya. Saya sarankan untuk segera melakukan pemeriksaan agar diagnosanya cepat terdeteksi dan ditangani,"
Dhiya tampak bingung mendengar penjelasan dokter. Entah karena bahasa medis, yang tidak pernah ia dengar atau karena ia dipaksa segera melakukan pemeriksaan. Namun yang jelas, raut ketakutan begitu nyata di wajah gadis iti.
"Biayanya berapa?"
"Adik punya BPJS?"
Dhiya menggeleng pelan.
"Itu sejenis apa, Dok?"
Dokter Silvi menghela napas. Ia tidak menjawab pertanyaan Dhiya yang terlihat serius. Malah memasang wajah tanpa ekspresi. Membuat pasiennya bergidik.
Setelah menandatangani lembat surat pemeriksaan, Dhiya diajak ke ruang administrasi poli syaraf di sebuah rumah sakit swasta.
***
Dhiya keluar dari rumah sakit dengan wajah lesu. Tak berdaya. Sesekali ia menatap langit dengan wajah getir. Kadang ia menendang kerikil yang menyapa kaki.
"Ya Allah, apa kesalahanku sampai takdirku seperti ini? Harusnya aku saja yang mati, bukan ibu. Aku tak punya ibu, tak punya ayah. Sekarang aku menderita penyakit mematikan? Dan aku hanya melihat kegelapan saat membayangkan masa depan. Tapi, aku tidak akan mengeluh. Aku tidak akan membiarkan semua orang menangis karena sakitku. Aku tidak ingin merepotkan siapa-siapa. Aku akan menjalaninya sendiri. Aku akan tetap tersenyum seperti pepohonan dipinggir jalan itu. Yang bisa ditebang kapan saja. Tapi mereka tetap tenang, memberi oksigen dan mengurangi polusi,"
Tanpa memedulikan situasi di sekitar, Dhiya bersandar di bawah pohon kelicung. Menatap menara masjid di samping rumah sakit.
"Tapi, terserah padaMu, Ya Allah. Aku akan ikuti kehendakMu. Aku akan ikuti kemauanMu,"desahnya dalam sendu.
Dhiya mencoba kuat untuk menerima kenyataan hidup. Bahkan jauh sebelumnya. Menguatkan diri yang rapuh. Sendiri. Bersikap tegar di depan semua orang. Namun, hatinya begitu merasa rendah.
Meski banyak yang mengira ia angkuh dengan segala tingkah polahnya. Tapi ia hanyalah seorang Anindhiya. Gadis rapuh yang tidak ingin menerima belas kasihan orang lain. Yang sebisa mungkin berusaha untuk tidak merepotkan orang lain. Meskipun kakaknya sendiri.
***
"Dhi, ente ada kegiatan minggu depan nggak?"tanya Rara di telpon.
"Lagi jomblo, eh lagi santai maksudku, Ra. Ada apa ya?"
"Mau ikut jalan-jalan ke Sembalun nggak?"
"Mau banget, pastinya. Sama siapa, Ra?"
"Kita kencan,"
"Hush, nggak boleh. Kalau ada setan yang dengar, ntar kita dikira penganut LGBT! Ogah, ih!"
"Oke, kencan dua jomblo. Bakal seru nggak kali ini?"
"Seru-seruinlah! Eh tapi kakakmu ngizinin nggak? Kan lu nggak dikasi SIM ke Sembalun?"
"Tenang, masalah izin, udah beres! Tuntas tanpa bekas,"
"Okay! Kita ke kebun buah, gimana?"
"Baiklah, Kisanak!"
Baik Rara maupun Dhiya, begitu girang membayangkan memetik buah strowberry seperti yang selama ini mereka impikan. Sesaat, masalah yang mereka hadapi memudar. Disambut senyuman. Bahkan dunia menjadi saksi, bahwa, mereka adalah jomblo paling bahagia di dunia ini.
***
Dhiya mengetuk pintu kamar Anan. Ia terlihat ogah-ogahan.
"Masuk aja. Nggak dikunci,"kata Anan.
"Kak, boleh pinjem ransel nggak?"
"Ranselmu mana?"tanya Anan datar.
"Robek,"jawab Dhiya singkat.
"Memangnya mau kemana pakai ransel?"
"Na ... ik gunung,"
"Orang naik gunung itu pakai carrier bukan ransel. Palingan juga kamu mau ke Sembalun,"ejek Anan.
"Heran deh gue! Nih orang lagi sensi kayaknya. Lagi kena PMS (Pengen Menikah Syindrom). Dasar sewot!"bisiknya dalam hati,"Seandainya aku nggak lagi butuh, udah gue aja perang dunia ini makhluk! Ugh!"
"Tau aja si Penjaga Rinjani. Sembalun itu kan juga kakinya Gunung Rinjani. Ya, tetap naik gunung namanya walau hanya sampai kaki. Serius aku mau pinjem,"rengeknya mulai tampak kolokan.
"Itu ada di meja,"Anan akhirnya luluh juga.
Dhiya segera mengambil ransel yang ditunjuk Anan. Dengan hati riang gembira.
"Awas, jangan sampai putus. Itu punya Randy!"
Ransel yang dipegang, langsung terlepas dari genggamannya. Dhiya menelan ludah tak percaya. Ia berbalik menghadap Anan. Ketika sadar, ia dengan cepat memungutnya kembali sebelum Anan melihat kegugupannya.
"Terus ransel Kak Anan mana? Kenapa bawa pulang ransel orang?"
"Ransel kakak putus di kampus. Karena bawa barang banyak, Randy kasi pinjem. Kenapa memangnya?"
"Aduh ibu ... Aku harus bagaimana ini? Balikin? Kalau dibalikin, aku pakai apa bawa snack sama mukena ke Sembalun?"batinnya saat peran melawan rasa gengsi.
"Ah, nggak apa-apa kok, Kak. Kirain bukan Randy yang punya. Tapi aku perlu izin nggak nih sama orangnya?"
"Nggak perlu. Nanti kakak aja yang sms dia,"sahut Anan.
Dengan hati dan langkah mantap, Dhiya keluar kamar Anan yang sedang sibuk mengerjakan thesis.
(Foto : wattpad/risna_hana)
*Bersambung
Diharamkan copas tulisan ini
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Informasi Jadwal Lengkap Penerimaan CPNS dan PPPK
(Sumber : Dok. Lembaga Administrasi Negara/LAN) Penerimaan CPNS dan PPPK Tahun 2021 segera di...
-
Foto : instagram.com/adityaspratama Menangis Bersama Hujan Part 43. Dokter Tampan Yang Aneh By : Risna ...
-
(Foto : dok. Pribadi) Cinta Dalam Diam Part 1 Risna Adaminata Pandangannya nelangsa menjurus ke gulungan ...
-
Menangis Bersama Hujan ROAD TO NOVEL Rara terjaga. Ingatan saat ia dihadang preman bersama Dhiya di UI muncul menjadi mimpi buruk. Kering...
Kadang galfok nya ke kalimat "diharamkan copas tulisan ini"
ReplyDeleteHehe.makasi dah mampir
Delete"Bosan Bermain Togel ?????
ReplyDeleteIngin Bermain Poker Online Dengan Uang Asli ?
Tapi Ngak Tau Situs Poker Online Yang Bisa Di Percaya . ?
Poker Online - www.arenadomino.poker
Minimal Deposit / Withdraw : Rp.20.000,-
Bonus Refferal 20% Seumur Hidup .
Bonus Turn Over 0.5% Tanpa Batas .
Player VS Player ( 100% Tanpa Bot ) .
8 Games Dalam 1 User ID .
POKER - DOMINO - ADUQ - BANDARQ - CAPSA -
BANDAR POKER - SAKONG - BANDAR66
Rasakan Sensasi nya Menjadi Bandar , hanya di BANDARQ , BANDAR POKER , BANDAR66 .
Dengan Pelayanan Terbaik ( Customer Service ) .
Customer Service Online 24 Jam .
Daftar Langsung isi data2 : www.arenadomino.poker , www.arenadomino.info
2AE9E806
numpang share ya min ^^
ReplyDeleteingin mendapatkan penghasilan tambahan ?? Ayo Gabung dengan Situs RESMI POKER ONLINE TERPERCAYA di www.fanspoker.com
Deposit dan Penarikan Dana Hanya 1 Menit (selama bank online) BANK BCA, Mandiri, BNI, BRI dan DANAMON Minimal Deposit & Withdraw 10 rb
|| bbm : 55F97BD0 || WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||