Part 33
Risna Adaminata
Saat fajar menyingsing, Dhiya sudah selesai mengacak-acak dapur. Ia sangat bersyukur persediaan sayur masih ada. Membuat nasi goreng dengan tumis buncis. Di hiasi telur mata sapi.
Sebelum matahari terbit, Dhiya meninggalkan rumah setelah pamit pada Miming dan anak-anaknya. Baru kemudian ia mengirimi Anan sms jika ia sudah berangkat ke sawah.
Gadis itu menghela napas. Menatap mentari yang tak kunjung menyinari. Mendung pekat menghalangi jalan sinarnya.
"Kok tumben mendung hitam bulan Juni? Apa ini pertanda hujan atau hanya mendung pencipta galau?"gumam Dhiya seraya memetik buah mentimun.
Tidak lama kemudian, gerimis mulai menyapa bumi, yang telah lama dinaungi kemarau. Dhiya menengadah. Merasakan sejuknya bunga-bunga gerimis mengenai wajah. Namun, suara petir menggelegar mengacaukan segalanya.
Dhiya segera memasukkan sayur yang sudah dipetik ke dalam plastik, untuk segera dibawa pulang. Semenjak gadis itu marahi Dokter Silvi beberapa bulan yang lalu, ia tidak pernah lagi membawa bakul ataupun beban di kepalanya.
Gadis berjilbab kaos cokelat itu, bergegas meninggalkan pematang sawah. Ia dapat melihat tanda-tanda hujan lebat akan mengguyurnya jika terlambat sampai rumah. Apalagi jarak sawah ke rumah lebih dari tiga kilometer.
Terlambat, baru beberapa meter keluar dari area persawahan warga, butir-butir hujan sebesar biji jagung sudah menghujam tubuh langsing gadis itu tanpa ampun.
Tanpa menunggu waktu lama tubuh kecil itu sudah basah kuyup. Menggigil di bawah pohon nangka di pinggir jalan. Hujan yang ia rindukan, tiba-tiba menjadi begitu menakutkan. Seolah, tetes-tetesnya hanya menyerang dan menyerbu dirinya seorang. Belum lagi hantaman angin dingin, yang terus menerpa.
Awalnya, Dhiya berpikir untuk berteduh dulu di bawah pohon nangka sampai hujan reda. Namun entah kenapa, nalurinya seperti mendorong untuk segera pulang. Hatinya tiba-tiba meracau. Risau. Gelisah.
Ponsel yang sudah terkena percikan hujan tiba-tiba berbunyi. Dhiya mati-matian melindungi dengan telapak tangan agar benda elektronik itu tidak ikut basah. Ia mengangkat panggilan seseorang.
"Ya, waalaikumsalam, Kak. Ada apa?"
"Kakak lagi di auditorium, nemenin Randy wisuda dan mungkin langsung antar dia ke bandara. Jadi takutnya kamu minta jemput nanti. Asal kakak udah informasikan,"
Kini, bukan tubuh Dhiya saja yang menggigil. Namun, hatinya ikut membeku seketika. Suara petir bersahutan menambah kacau pikiran gadis itu. Takut. Gelisah. Bahkan kesedihan tiba-tiba menyeruak seolah berteriak padanya.
Tanpa disadari, plastik sayurnya terlepas dari genggaman.
"Kak,"
"Iya, ada apa? Hujannya besar ya di sana? Di sini cuma gerimis."
"Kak ... Kakak ..."
"Iya ada apa? Suaramu nggak jelas sama bunyi hujan! Ya udah, assalamualaikum,"
"Kak, hati-hati di jalan ...Waalaikumsalam," lirih suara Dhiya tenggelam oleh hujan.
Ia menutup panggilan sang kakak dengan wajah penuh penyesalan. Penuh kesedihan.
"Hati-hati di jalan juga, Randy ..."ucapnya getir bersama sesak di dada.
Meski terasa berat, Dhiya menunduk mengambil plastik sayur yang terjatuh di tanah. Plastik itu kotor kena percikan lumpur. Dengan mata nanar, ia memaksa kakinya untuk melangkah. Melangkah bersama derai hujan. Menangis bersama hujan.
***
Dhiya terus berjalan walau serangan hujan terus mendera.
Dalam hujan, gadis itu terus berpikir, tentang ke-egoisannya. Tentang semua hal yang terasa sangat salah dalam diri. Tentang kebenaran dan kesalahan, dalam hal sikap yang tak mampu orang-orang terima. Dan kini ia menangis. Menangisi kepergian Randy tanpa sempat mendengarkan ucapan permintaan maafnya.
"Apa karena kata-kataku kemarin, yang menyebabkan dia pergi? Ah tidak mungkin. Lagian kenapa aku harus menangis? Emangnya dia siapa? Toh juga dia tidak akan mendengar semua ini. Toh juga dia tidak akan tau apa-apa. Sudahlah Anindhiya! Pikirkan saja bagaimana kamu membantu rakyat Palestina dan Rohingya agar merdeka dari para zionis biadab itu! Berhentilah memikirkan hal yang membuat hatimu lemah. Ini bukan Anindhiya yang aku kenal! Cukup doakan, agar Allah selalu menjaganya dan membahagiakannya dimanapun dia berada,"isaknya mencoba menguatkan diri.
Sampai di rumah, tanpa sempat untuk mengganti pakaiannya yang basah, Dhiya langsung menemui Miming. Alangkah terkejutnya gadis itu, mendapati Miming tidak berada di tempat tidurnya. Bahkan ketiga anaknya juga menghilang. Ia mulai panik.
"Miming? Minow? Minnie? Milow? Di mana kalian?"teriaknya dengan suara gemetar.
Dhiya menyusuri semua sudut rumah yang biasa digunakan Miming dan ketiga anaknya untuk bermain. Dadanya mulai sesak. Ia kembali terisak.
"Me ...ong! Me ...ong!"
Dhiya segera bangkit mencari arah datangnya suara itu. Ia mendapati Minow ada di balik pintu rumah. Tubuh mungilnya tampak kotor oleh lumpur. Dhiya segera mengambil handuk kecil, membersihkan bulu Minow agar tidak kedinginan.
"Minow, ibu dan adik-adikmu di mana?"
"Me ..ong!"sahut kucing itu memejamkan matanya.
Minow tampak sedih. Dhiya dapat merasakannya. Gadis itu berpikir untuk mencari Miming dan dua anaknya.
"Kamu diam di sini ya. Aku akan mencari ibumu,"
Tanpa memedulikan tubuhnya yang sudah menggigil kedinginan, Dhiya menerobos hujan tanpa memakai payung. Ia berlari ke luar rumah. Mencari Miming ke seluruh penjuru desa.
***
"Apa antum akan kembali ke Lombok?"tanya Anan di bandara sesaat sebelum Randy masuk.
"Untuk saat ini, ana belum punya alasan yang tepat untuk kembali, Kak. Terima kasih atas semua kebaikan antum selama ana berada di Lombok,"
"Antum sudah ana anggap seperti saudara sendiri, akh. Jangan berkata seperti itu seolah-olah kita ini orang lain,"
"Jangan lupa undang ana ya akh, kalau antum menikah. Siapa tau ana rindu Lombok dan akan ana usahakan untuk datang."
"Insya Allah, antum juga. Semoga cepat menemukan tulang rusuk antum,"
Randy tampak gelisah. Ia seperti ingin menyampaikan sesuatu pada Anan. Tapi bibirnya mendadak kelu. Ia gugup. Kaku.
Dengan langkah gontai pemuda bermata bulat itu masuk, setelah berpelukan dengan Anan. Dua bulir bening mengiring langkahnya.
Di pesawat, di atas ketinggian ribuan meter. Randy memandang nanar pemukiman Lombok, mulai menghilang ditutupi awan. Hanya dia dan Allah yang tahu kecamuk hatinya. Bayangan kenangan di Lombok, berduyun-duyun memenuhi kelopak mata.
"Beginilah akhirnya. Aku yang datang dari jauh dalam keterasingan, tak seorang pun mengenalku. Kembali pun, tiada yang merasa kehilangan. Itu bagus. Tak terasa hampir 4 tahun lamanya berada di sini. Daerah yang dulu terasa asing, namun tak jua ingin berpaling. Wilayah yang dulu hanya bisa dibayangkan, kan kembali hilang menjadi kenangan. Bolehkah kembali ke sini lagi, atau hanya asa yang bisa menghampiri? Selamat tinggal kawan, sahabat, kerabat, saudara dan juga Anindhiya."
Mata pemuda berhidung mancung itu berjelaga. Hujan di Lombok siang tadi seolah mewakili airmata di hatinya. Kini yang tersisa adalah rasa rindu. Rindu yang akan selalu menjelma menjadi doa dalam sujud-sujud panjang di malam buta.
***
Suntuk dengan hati penuh risau, Randy mengambil selembar kertas serta pena di kantongnya. Untuk mengurangi lara jiwa, ia menulis bait-bait puisi.
Dari ribuan senja yang bertandang dalam hidupku.
Senja hari ini, terasa begitu menyedihkan.
Aku melihat senja tenggelam di matamu.
Mata yang penuh nestapa.
Hari ini, kau mengajarkan padaku.
Betapa kesendirian, begitu menyakitkan.
Meski senja telah banyak mengajariku,
Bahwa segala sesuatu di dunia ini hanya sementara.
Penanda akhir cerita.
Dari senja, aku belajar menghargai rasa sunyi dan sepi.
Bahwa aku tidak akan selalu bersama,
Mereka yang kuharapkan.
Mengajariku agar siap dengan suratan takdir.
Bahwa apa yang aku jaga, aku inginkan, justru adalah takdir orang lain.
Mengajariku menghargai sesuatu yang mungkin hanya hadir untuk sekejap.
Mengajariku makna kata "ikhlas".
Bahwa langit tak selamanya biru.
Semua ada masanya.
Seperti inginku, untuk kembali.
Setelah keberanian itu terasa lengkap.
Semoga Allah meridhoi.
Muhammad Randy Elhaq, 14 Juni 2019
(Foto: instagram.com/risna1214)
"Bosan Bermain Togel ?????
ReplyDeleteIngin Bermain Poker Online Dengan Uang Asli ?
Tapi Ngak Tau Situs Poker Online Yang Bisa Di Percaya . ?
Poker Online - www.arenadomino.poker
Minimal Deposit / Withdraw : Rp.20.000,-
Bonus Refferal 20% Seumur Hidup .
Bonus Turn Over 0.5% Tanpa Batas .
Player VS Player ( 100% Tanpa Bot ) .
8 Games Dalam 1 User ID .
POKER - DOMINO - ADUQ - BANDARQ - CAPSA -
BANDAR POKER - SAKONG - BANDAR66
Rasakan Sensasi nya Menjadi Bandar , hanya di BANDARQ , BANDAR POKER , BANDAR66 .
Dengan Pelayanan Terbaik ( Customer Service ) .
Customer Service Online 24 Jam .
Daftar Langsung isi data2 : www.arenadomino.poker , www.arenadomino.info
2AE9E806
numpang share ya min ^^
ReplyDeleteingin mendapatkan penghasilan tambahan ?? Ayo Gabung dengan Situs RESMI POKER ONLINE TERPERCAYA di www.fanspoker.com
Deposit dan Penarikan Dana Hanya 1 Menit (selama bank online) BANK BCA, Mandiri, BNI, BRI dan DANAMON Minimal Deposit & Withdraw 10 rb
|| bbm : 55F97BD0 || WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||