Menangis Bersama Hujan
ROAD TO NOVEL
Rara terjaga. Ingatan saat ia dihadang preman bersama Dhiya di UI muncul menjadi mimpi buruk. Keringat dingin mengucur di kening gadis berwajah bulat itu. Napasnya tersengal. Seperti kala itu.
"Astaghfirullahal adhim,"ucapnya panik bercampur takut.
Ia meraba ponsel, mengaktifkan, kemudian melihat jam. Wajahnya diusap dulu sebelum bangkit menuju kamar mandi.
Saat hendak mulai sholat tahajjud, ponselnya bergetar. Ia mengambil kemudian membaca pesan yang ternyata dari Dhiya.
"Ra, gue titip doa buat Palestina, Mesir, Suriah dan Rohingya. Lagi dapet nih,"
"Siap! Doa dapet jodoh ente juga ya."
"Aamiin."
"Dhi, perutmu nggak sakit? Atau sakitnya parah, terus ente gak bisa tidur?"
"Sakit sih. Seperti biasa. Disminore."
"Syafakillah ya, Dhi."
"Jazakillah."
Rara termenung sejenak memandang benda elektronik itu. Ia teringat Dhiya yang sering terlihat pucat saat haid hari pertama. Bahkan gadis itu sering mendapati Dhiya tergeletak di lantai kelas saat masih kuliah dulu. Namun, meski berulang kali Rara mengajak ke dokter, Dhiya selalu menolak. Dengan alasan, akan sembuh sendiri nanti.
"Mimpiku tadi, kepala Dhiya berdarah dipukul para preman itu. Ya Allah, ada apa dengan perasaan ini? Semoga Dhiya tidak kenapa-kenapa,"lirih Rara seraya bangkit, berdiri di atas gelaran sajadah.
***
Di sudut lain pulau Lombok, Dhiya meringis seraya istighfar menahan sakit di bagian perut bawah. Kram perut setiap haid pertama, selalu menjadi ujian sakit sejak SMP.
Tidak ada yang bisa ia lakukan selain meringkuk seperti larva serangga, di atas tempat tidur. Layaknya orang sekarat, yang sudah siap menerima kedatangan malaikat pencabut nyawa. Meskipun, rasa sakitnya, datang dan pergi silih berganti.
Bagian perut yang kram, Dhiya olesi sendiri dengan minyak kayu putih atau balsem. Seperti yang sering ibu ajarkan padanya dulu sebelum meninggal. Sakitnya tidak hilang begitu saja, tapi paling tidak, bisa mengurangi kram yang membuat rasa sakit semakin menjadi.
Kala rasa sakitnya hilang, Dhiya memaksa diri bersandar di tembok. Membaca hadist dan buku-buku fikih islam. Terkadang membuka buku agenda yang ia isi dengan puisi dan target-target yang ingin diwujudkan dalam hidup.
Wajahnya berubah sedih saat menatap ransel milik Randy. Ransel itu masih belum dikembalikan karena Anan pergi ke Jawa Timur ikut acara Forum Silaturahmi PMK se-Indonesia.
Menyadari dirinya memiliki banyak kekurangan, Dhiya menjadi semakin terpuruk. Dengan mata berkaca, ia menengadah ke langit-langit kamar.
"Ya Allah, jika di antara berjuta-juta makhluk yang Engkau ciptakan di bumi ini. Engkau memilihku untuk diuji seperti ini, tapi kenapa Engkau tidak memberiku kelebihan yang lain? Sebagai penghafal Alqur'an? Aku tidak akan mengeluh dengan semua yang Engkau ujikan padaku. Karena saudaraku di belahan bumi lainnya, tidak pernah tidur sedetikpun. Karena berjuang melawan penjajah demi akidah mereka. Tapi mereka bisa menghafal ayat-ayatMu dibalik deretan ancaman kematian. Kenapa aku tidak bisa seperti itu?"
Hanya Miming yang tahu, bagaimana malam-malam menyedihkan seorang Dhiya. Gadis lemah yang sangat ingin menghafal Alqur'an sejak SMP. Dengan berbagai macam cara.
Namun saat SMA, hafalan yang ia kumpulkan sampai lima juz, perlahan memudar. Meski masih ingat, namun ia tidak bisa menghafal utuh seperti sediakala. Selain itu, sekuat apapun ia berusaha menghafal ayat lain, tetap saja tidak bisa. Jika dipaksa, sakit di kepalanya akan kambuh.
Hal itu juga yang menyebabkan Dhiya tidak bisa mengikuti jejak Rara, untuk masuk PMK. Karena syarat untuk masuk PMK, harus hafal Alqur'an minimal satu juz.
Hanya Miming yang tahu, Dhiya tidak pernah melewatkan satu malam pun, untuk bangun di tengah malam. Tahajjud. Menangis. Memohon belas kasih kepada Sang Penyayang. Di sepertiga malam juga, ia berusaha menghafal ayat demi ayat. Meski sulit baginya. Kemudian endengar murottal untuk mengembalikan hafalan yang menguap.
Miming juga tahu, di sepertiga malam Dhiya selalu berdoa untuk semua orang yang pernah ia tolak dulu. Agar mereka dibahagiakan Allah dengan orang yang lebih sempurna. Mendoakan orang-orang yang membenci dan memaafkan orang yang dibencinya di masa lalu. Meski orang-orang itu tidak pernah tahu dan hanya menilai Dhiya dari luarnya saja.
"Apa aku terlalu dipenuhi dosa hingga tidak bisa menghafal?"gumam gadis malang itu, dengan wajah sendu.
Ia rindu bersujud. Sujud yang meneduhkan bara prasangkanya pada Allah. Melenyapkan segala godaan syetan, di saat iman sedang turun di titik terendah.
"Me ...ong!"
Suara Miming membuyarkan segala pikiran. Dhiya bangkit seraya menahan sisa sakit di perut. Membukakan Miming pintu kamar.
Gadis itu terkejut. Melihat perut Miming sudah tidak buncit lagi. Ia berlutut memegang kepala kucing berusia 8 tahun itu.
"Kamu sudah melahirkan, Ming? Di mana?"
Miming kemudian berjalan tertatih-tatih. Menunjukkan jalan pada Dhiya.
Di dapur, anak-anak Miming yang masih kecil tertidur pulas di dalam kardus dengan kain perca, yang sudah disiapkan Dhiya untuk Miming jauh-jauh hari. Hati gadis itu tersentuh begitu dalam. Senyum mengembang di bibirnya. Ia terharu. Tak terasa bulir-bulir bening meleleh di pipi.
"Kembar tiga?"
Dhiya segera mengecek kelamin masing-masih bayi Miming.
"Alhamdulillah. Cowok, cewek, cowok. Dua belang tiga. Dan satunya mirip kamu, Ming. Selamat ya, Ming. Moga bayimu, jadi anak sholeh dan sholeha. Baik hati dan tidak suka nyakar. Eh, tapi bayimu boleh diadopsi Rara kan? Satu aja. Biar Rara nggak kesepian. Mmmm, aku kasih nama siapa ya?"ujarnya bahagia.
Miming tak bereaksi. Kucing itu terlihat lelah. Seperti menahan rasa sakit setelah melahirkan.
Dhiya segera berpikir. Mencari nama buat bayi Miming.
"Minow, Minnie, Milow. Assalamualaikum, selamat lahir ke dunia,"sapa Dhiya setelah mendapat ide.
Ia segera menelpon Rara. Mengabarkan bahwa kucing kesayangannya telah melahirkan.
*Bersambung
(Foto : instagram.com/catijah)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Informasi Jadwal Lengkap Penerimaan CPNS dan PPPK
(Sumber : Dok. Lembaga Administrasi Negara/LAN) Penerimaan CPNS dan PPPK Tahun 2021 segera di...
-
Foto : instagram.com/adityaspratama Menangis Bersama Hujan Part 43. Dokter Tampan Yang Aneh By : Risna ...
-
(Foto : dok. Pribadi) Cinta Dalam Diam Part 1 Risna Adaminata Pandangannya nelangsa menjurus ke gulungan ...
-
Menangis Bersama Hujan ROAD TO NOVEL Rara terjaga. Ingatan saat ia dihadang preman bersama Dhiya di UI muncul menjadi mimpi buruk. Kering...
No comments:
Post a Comment